Jumat, 21 November 2008

Gotong Royong



"Bersama Kita Bisa"

FPTI News,
Budaya gotong royong merupakan budaya asli Indonesia yang sudah melekat pada setiap wilayah atau daerah. Pada era tahun 1990-an ke atas, budaya tersebut masih kental dirasakan dan dilaksanakan di tengah masyarakat, seperti di Cibinong. Namun seiring dengan waktu yang berjalan, budaya tersebut seakan terkikis oleh budaya luar yang kebanyakan bersifat invidualis.


Budaya gotong royong dan kemanusiaan di Cibinong saat ini terlihat seolah terkikis oleh pengaruh budaya dari luar negeri. Budaya gotong royong yang begitu indah, dimana masyarakat seakan tidak segan untuk menyumbangkan tenaga dan pikirannya untuk lingkungan serta memberikan pertolongan antar sesama, saat ini kondisinya semakin terkikis oleh zaman.


Selain digrogoti oleh budaya luar negeri, romantisme gotong royong yang hampir punah juga di pengaruhi oleh konflik sosial yang terjadi ditengah masyarakat dari berbagai macam faktor, seperti kecemburuan sosial, persaingan usaha, serta masalah jabatan politik. Perkembangan persaingan politik ditengah masyarakat yang sudah menyusup hampir di tiap Rt di Kecamatan Cibinong juga merupakan salahsatu pemicu kepunahan budaya gotong royong.


Tidak dapat dipungkiri bahwa isu dan persaingan partai politik saat ini kian memanas ditengah masyarakat. Ketentraman kehidupan bermasyarakat yang dulu sempat romantis yang diwarnai oleh budaya gotong royong, tidak menutup kemungkinan akan terpecah belah akibat dampak persaingan politik, karena tidak setiap masyarakat di Cibinong bisa menyikapi perbedaan tanpa ada dampak negativnya.


Menurut ajaran Bung Karno, Pancasila kalau diperas implementasinya adalah gotong royong. Maknanya adalah bahwa tolak ukur tinggi rendahnya kwalitas pemahaman dan penerapan Pancasila bangsa Indonesia, bisa dilihat dari budaya gotong royongnya. Bila budaya gotong royongnya berjalan secara baik, maka sebenarnya bangsa ini sudah melaksanakan ideologi Pancasila dengan baik, begitu juga sebaliknya.


Perkembangan kehidupan di lingkungan Cibinong saat ini telah banyak terpengaruh oleh budaya barat dan modern yang lebih individualis dan lebih menghargai persaingan bebas serta survival of the fittest telah merubah budaya gotong royong yang asli menjadi lebih egoistis, individualistis dan profit oriented, sehingga membuat pudar budaya gotong royong.


Maka dari itu, akibat persaingan tersebut mereka yang tidak memiliki keunggulan comperative menjadi tersingkir dan terpinggirkan, mereka yang tersingkir dan terpinggirkan ini, sebagian ada yang berusaha melakukan perlawanan dengan cara yang tidak sehat, membuat perkumpulan kecil dan saling hujat serta saling menjatuhkan antar sesama dalam upaya memecah belah kehidupan bermasyarakat.

Budaya gotong royong yang asli dan benar adalah budaya bekerja sama menyumbangkan apa yang menjadi kelebihan/keungulannya untuk disumbangkan kepada masyarakat sekitar, bisa berupa materi, pikiran, waktu ataupun tenaga. Perlu diketahui bahwa budaya gotong royong adalah budaya keikhlasan menyumbang apapun yang menjadi kelebihannya dalam masyarakat, bukan budaya mengemis dan minta tolong.


Bila budaya gotong royong ini difahami secara baik dan benar, maka setiap anggota masyarakat akan berusaha memperkuat keunggulan comperative dan competitivenya agar bisa menyumbang apapun yang menjadi keunggulannya untuk kepentingan bersama demi perbaikan hidup bermasyarakat, sehingga akan sangat mudah menyelesaikan krisismultidimensi yang terjadi.


Pada beberapa wilayah di Kecamatan Cibinong, budaya hasil kreasi cerdas dari nenek moyang ini masih ada, tetapi dapat dikatakan bahwa budaya gotong royong di wilayah cibinong tidak berjalan secara alamiah, melainkan harus selalu di gebah-gebah oleh tokoh masyarakat, ketua Rt/rw, ketua pemuda, atau kegiatan ini ditunggangi oleh kepentingan politik.

Hal tersebut menunjukan bahwa para pemegang jabatan diwilayah masihg-masing sangat mempunyai peran yang menentukan untuk mempertahankan iklim yang harmonis guna mewujudkan budaya gotong royong yang romantis di kehidupan bermasyarakat. Karena gotong-royong sebagai warisan budaya saat ini sebenarnya lebih merupakan keping-keping tradisi yang tidak lagi utuh.

Sebagaimana yang dapat disaksikan, gotong-royong kini tidak lebih dari sebuah produk budaya primitif yang aktualitasnya tidak lebih dari sebuah proses rekonstruksi masa lampau. Sebagai produk budaya yang adi luhung, maka gotong-royong mestinya tetap lestari dan menjadi pilihan warga dalam setiap pemecahan persoalan sehari-hari, karena ia adalah solusi yang paling efektif dan efisien di tengah kondisi zaman yang serba menghimpit.

Makna kegotong-royongan bertumpu pada fondasi pemikiran yang humanis dan dikonstruksi di atas paham interkoneksitas dan tradisi komunalisme egaliter, yakni “berat sama dipikul” dan “ringan sama dijinjing”. Artinya, produk budaya ini lahir sebagai jawaban dan sekaligus pembuktian betapa manusia itu lemah, punya keterbatasan, sehingga memerlukan pihak lain di luar dirinya. Tetapi, benarkan demikian kondisi kehidupan dewasa ini?(Kens).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar