Minggu, 25 Oktober 2009

Porkab VIII 2009 Cabang Panjat Tebing

Fpti Fasilitasi Atlet

FPTI news, Hingga tulisan ini diturunkan tercatat 10 kecamatan yang telah mengembalikan formulir C pada cabang panjat tebing, diantaranya yaitu Kecamatan Bojong Gede, Cariu, Cibinong, Cileungsi, Citeureup, Kemang, Klapa Nunggal, Tanjung sari, Nanggung, dan Leuwiliang.

Selain itu masih ada 5 Kecamatan yang mempunyai potensi tetapi belum daftar karena belum mendapat dukungan dari pihak kecamatan. Hal tersebut sangat disayangkan, karena akan menghambat minat dan bakat seta perkembangan olahraga panjat tebing di kabupaten Bogor.

Indikasi masalah biaya masih menghantui tiap kecamatan, dikhawatirkan semakin banyaknya cabang olahraga yang dikirim semakin banyak pula biaya yang harus dikeluarkan oleh Kecamatan. Terlebih panjat tebing termasuk cabang eksebisi dan medalinya tidak masuk hitungan.

Fpti kabupaten Bogor memberikan solusi untuk meminimalisir pengeluaran biaya bagi kontingen panjat tebing, yaitu dengan cara memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan atlet yang akan bertanding. Fasilitas yang disediakan yaitu penginapan, makan peserta, perlengkapan manjat, dan kaos peserta.

"Bagi calon peserta yang tidak mendapat dukungan dari kecamatan akan diakomodir oleh Pengcab Fpti, tanpa mendapat dukungan dari pihak kecamatan mereka akan tetap bertanding membawa nama Kecamatan, kata Ketua umum Fpti Kabupaten Bogor Tb.Luthfi syam di tengah-tengah rapat panitia pelaksana Porkab cabang panjat tebing belum lama ini.

Porkab VIII 2009 Cabang Panjat Tebing akan dilaksanakan pada tanggal 30 oktober -3 November 2009 di lapangan Tegar Beriman Pemda setempat. Pada sebelumnya Koni kabupaten Bogor mentapkan tanggal 1 November untuk pelaksanaan Porkab panjat tebing, karena cuaca lagi sering turun hujan maka jadual dimajukan jadi tanggal 31 pembukaan dan tanggal 30 technical meeting (Kens).

Kamis, 15 Oktober 2009

Pahlawan Kesiangan

FPTI News, Kontroversi keberhasilan Clara Sumarwati mencapai puncak Mount Everest telah muncul sejak kepulangannya ke Indonesia. Para pendaki saat itu meragukan Clara telah menjejakkan kaki di puncak gunung tertinggi di dunia itu. Banyak kejanggalan atas klaim Clara.

Muhammad Gunawan, seorang pendaki gunung di era 1996 mengaku melihat beberapa kejanggalan dari bukti-bukti yang diungkapkan Clara. Hal pertama yang membuat pria yang akrab disapa Ogun itu tidak percaya adalah waktu yang dibutuhkan Clara untuk mencapai puncak.

"Dari cerita yang saya dapat, ada beberapa yang menurut saya nggak match," kata Ogun saat berbincang dengan detikcom, Selasa (13/10/2009).

Selain mendapat cerita dari Clara melalui telepon, Ogun juga sempat bertemu dengan Gibang Basuki, anggota Koppasus yang mendampingi Clara mendaki Everest pada 1996. Menurut dia, saat pendakian itu, Clara berpisah dengan Basuki di camp 5. Mereka berpisah selama dua malam.

"Dari cerita itu, saya mulai nggak yakin kalau dia mencapai puncak, karena medan dari camp terakhir sampai puncak itu berat sekali. Masak dia bisa mencapainya dalam waktu 2 malam," kata Ogun.

Ogun mengatakan, sebenarnya medan tersebut bisa saja ditempuh dalam waktu dua malam. Namun orang yang menaklukkan tersebut harus orang yang sudah lihai dan kuat.

"Sedang saya kira, Clara nggak sekuat itu karena selama ini, di antara teman-teman pendaki, dia yang paling lambat. Dia bisa butuh waktu 4 sampai 5 malam," kata pria yang pernah menjadi pelatih Clara saat pendakian Gunung
Acontagua itu.

Kesangsian Ogun terhadap Clara semakin tebal ketika melihat foto-foto Clara selama melakukan pendakian. Menurut dia, dari semua foto yang ada, tidak ada satu pun yang menunjukkan Clara sedang berada di puncak.

"Foto yang dia bilang di puncak, itu bukan di puncak. Itu jalur menuju puncak, antara camp 5 ke ketinggian 7.700 meter," kata Ogun. Puncak Everest sendiri berada di ketinggian 8.848 mdpl.

Ogun mengatakan, mengenai foto yang selalu diklaim foto berada di puncak Everest, dirinya sempat meminta klarifikasi Clara. Saat itu, Clara berjanji akan menampilkan foto tersebut.

"Kan di puncak Everest itu ada semacam tiang puncak, nah di foto Clara tidak ada itu. Saya sempat tanya dan dia bilang akan kasih, tapi sampai sekarang nggak dikasih-kasih juga. Akhirnya saya dengar katanya fotonya terbakar," kata Ogun.

Adanya sertifikat-sertifikat yang dikeluarkan berbagai organisai pendakian yang diperoleh Clara juga tidak dapat menyakinkan Ogun dan para pendaki saat itu. Menurut dia, saksi yang menyaksikan Clara menginjakkan kaki di puncak Everest juga tidak bisa memberikan bukti-bukti yang jelas. "Keterangannya juga lari-lari, nggak jelas," kata Ogun.

Keraguan itu semakin kentara setelah Clara seperti enggan memberikan klarifikasi. "Dia berjanji mau bikin presentasi soal keberhasilan itu, tapi tidak pernah terjadi. Dia seakan lari-lari, tidak mau memberi penjelasan," kata pendaki yang sudah dua kali mencoba menaklukkan Everest itu.

Kontroversi soal pendakian Clara ke Everest itu muncul kembali saat berita soal dirawatnya Clara di rumah sakit jiwa muncul ke media. Pendaki perempuan yang disebut-sebut menjadi perempuan pertama yang menjejakkan kaki di Puncak Everest itu mengalami gangguan jiwa. Konon karena Clara merasa prestasinya tersebut tidak dihargai, meski dia pernah dianugerahi Bintang Nararya oleh pemerintah.

sumber : detiknews